
Kecanduan game (gaming addiction) telah diklasifikasikan sebagai penyakit oleh berbagai badan kesehatan.
World Health Organization (WHO) misalnya, menetapkan 'gaming disorder' sebagai penyakit dan juga rencana dimasukkannya 'internet gaming disorder' dalam buku manual diagnostik psikologi (DSM V).
Seiring menanjaknya popularitas e-sport di Indonesia, mungkin masih ada pihak yang salah kaprah dan menyamakan orang yang menekuni e-sport sebagai orang yang memiliki kecanduan game.
"Dan ini yang kadang-kadang disangka, 'Eh kamu main e-sport berarti kecanduan ya'. Tunggu dulu, ada bedanya," kata pakar kejiwaan anak dan keluarga Anna Surti Ariani saat konferensi pers peluncuran High School League di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (6/9).
Anna menjelaskan, saat ini ahli kejiwaan masih meneliti lebih lanjut perbedaan keduanya. Tetapi, para ahli tersebut sudah menyepakati beberapa poin yang membedakan antara menekuni e-sport dan kecanduan game.
Perbedaan keduanya terlihat dari disiplin, target, tujuan, dan produktivitas
"Kalau e-sport disiplinnya jelas. Kalau ketergantungan sebenarnya tergantung mood. Nggak bisa tuh kalau misalnya mau berprestasi di e-sports, nggak mungkin tergantung mood," jelas Anna.
Anna kemudian menambahkan, orang yang menekuni e-sports biasanya memiliki target yang jelas. Sedangkan orang yang kecanduan game cenderung bermain tanpa memiliki target.
Selain itu, penggemar e-sports biasanya memiliki tujuan khusus. Misalnya, untuk menjadi juara atau mendapatkan hadiah uang. Tetapi untuk orang yang kecanduan game, mereka biasanya bermain hanya untuk mengusir kebosanan.
Terakhir, gamer e-sport biasanya produktif karena mereka bisa menghasilkan uang dari hal yang mereka tekuni. Sedangkan untuk orang yang kecanduan game, cenderung konsumtif dan menghabiskan uang untuk membeli game atau in-app purchases.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar